tetes hujan lebur di atas lantai semen lapangan sekolah. air sudah setinggi betis di luar pagar. merendam bakul bakso dan soto ayam. aku menutup tirai.
entah apa menamakan musim kali ini. hujan tak pernah berhenti. setiap hari. setiap tetes seperti lebur pula di hati. menggenangi jantung. dan dengarkan guntur itu, bagai pukulan gong pembuka sebuah pentas teater. pentas dimulainya kepedihan. selalu.
hari ini sakit seperti perjalanan bulan dan matahari. seperti tak ingin ada yang terlewati. sudah giliranmu, bandel. barangkali begitu, kau berbisik pada lambungku.
kau masuk setelah mengetuk dalam mimpi. melilit, mengocok perut. nyeri, perih. aku yakinkan diri bahwa mimpi itu bukan panggilan. mungkin lambungku akan sangat sakit, tapi aku belum mau pergi. aku pernah merasakan sakit yang lebih buruk. aku mampu menghadapi.
kutinggalkan saja tempat tidur. walau mulutku harus mengembalikan oreo ke dalam kloset. pahit. asam. dan... asin? (oh ya, aku mencelupkannya pada susu). sarapanku telah kembali ke tanah.
lagi-lagi aku pergi ke kantor. tempat yang mungkin membuatku begini. sekaligus membuatku setengah gila.
tapi, bukankah di sana aku bisa melihat kehidupan?
kalibata, 11 mei 2006
No comments:
Post a Comment