09 May 2006

apakah dunia akan menjadi kurang seru jika tidak ada orang miskin?

hujan deras di luar. aku cuma bisa mengintip dari jendela lantai dua. abang tukang gorengan itu menutupi panganannya dengan plastik. satu-dua tetes hujan itu, barangkali ikut mencampuri minyak, yang entah untuk keberapa kalinya dipakai menggoreng.

dia berdiri di bawah payung lebar yang warnanya telah kusam. seandainya tubuhku sedang sehat, ingin rasanya aku ikut melariskan dagangannya. aku ingat bagaimana ia menggoreng pisang dengan gembira. seperti seorang disk jokey yang sedang memutar-mutar pita cakram. bagian depan topi rimbanya dilipat ke atas, sehingga sorot matanya terlihat jelas. ia tampak bersemangat. ia selalu tersenyum. apakah ia sedang pura-pura bahagia? atau, sedang pura-pura miskin?

aku sudah menelan dua jenis obat pagi ini. untuk mengusir migren, dan perut kembung. setiap aroma makanan yang lewat ke lubang hidungku membuat perutku terasa mual. sebenarnya, ada lagi satu penyakit yang aku tak tahu obatnya. aku ingin menangis. entah untuk apa. entah untuk siapa.

aku juga ingin menangis melihat abang tukang gorengan itu masih berdiri di sana. aku tahu, ia masih mengharap kedatangan langganannya. mungkin ia belum tahu, langganannya sudah kena phk, sebulan lalu.

kalibata, 9 mei 2006

No comments:

Post a Comment